Kamis, 14 April 2011

SANDAKAN BASIN

Abstract

The Sandakan Basin, located in the southern portion of the Sulu Sea, with Tertiary deltaic complex in the south of the basin.
The Sandakan Basin is filled mainly with Mio- Pliocene age fluvio-deltaic sedimentary rocks, up to 15 km thick (Figure 2). The stratigraphic section in the basin has been described by Tamesis (1990). The basin is bounded on the northwest by the Cagayan Ridge and extends southwestward into central and southeastern Sabah. The inactive Sulu Trench and the Sulu Archipelago form the eastern boundary of the basin. To the northeast, sediments are deformed by toe-of-slope compressional folds. Northeast of these folds, the sedimentary succession thins to 2.5 km and downlaps onto the Southeast Sulu Sea oceanic crust, marking the northeastern boundary of the basin.
The tectonic history of this basin is not agreed upon. Back-arc and intra-arc classifications have been assigned to the Southeast Sulu Sea. In either case, the sea-floor spreading may have been associated with southeast-directed subduction of a proposed proto- South China Sea oceanic crust, under a northeastern extension of the Borneo microcontinent (the Cagayan Ridge), during Middle Miocene time (Hinz, et al., 1991). Further discussion of the basin development is made by Hutchison (1992) and Rangin et al. (1990).
  

Pendahuluan

Sandakan Basin terletak di bagian selatan Laut Sulu, dengan delta tersier yang kompleks di bagian selatan cekungan tersebut. Hal ini dapat disamakan dengan berbagai cara produksi hidrokarbon di delta Baram dan Mahakam, yang sama seperti Sandakan (berdekatan dengan Kalimantan). Afinitas ini dengan Borneo membedakan Cekungan Sandakan dari semua cekungan sedimen yang lainnya dari Filipina.
Sandakan basin merupakan cekungan yang memiliki potensi akan adanya sumber daya minyak. Penemuan hidrokarbon telah terbentuk di daerah Sabah Tengah dan Sandakan sub-basins (Sabah Basin TimurLaut) yang mengalami overlap terutama di pasir-pasir tipis pada umur awal dan tengah Miocene. Sehingga dalam kaitannya cekungan tersebut terbentuk perlu kajian akan adanya Sejarah geologi yang terbetuk pada cekungan Sandakan tersebut, di mana bukan hanya sejarahnya yang perlu dikaji tetapi juga geologi daerah cekungan, stratigrafi, dan intrepetai data seismic yang menunjukkan adanya persebaran minyak atau hidrokarbon pada cekungan Sandakan ini.
Untuk itu, dalam pembahasan nanti kami akan mencoba menjelaskan tentang cekungan Sandakan dilihat dari geologi daerah cekungan, stratigrafi, intrepetasi data seismic, dan system petroleumnya.

Pembahasan

1.       Deskripsi cekungan
Sandakan Basin terletak di bagian selatan Laut Sulu, dengan delta tersier yang kompleks di bagian selatan cekungan tersebut. Hal ini dapat disamakan dengan berbagai cara produksi hidrokarbon di delta Baram dan Mahakam, yang sama seperti Sandakan (berdekatan dengan Kalimantan). Afinitas ini dengan Borneo membedakan Cekungan Sandakan dari semua cekungan sedimen yang lainnya dari Filipina.

2.     Geologi daerah Sandakan (Northeast Sabah Basin)
Formasi Sandakan terdiri lebih dari 2500 m batulumpur, batupasir dan batulanau dari Miosen akhir (Tf panggung) atau usia muda (Lee, 1970). Stauffer dan Lee (1972) menyatakan bahwa pembentukan menyalahkan bentuk-bentuk struktur synclinal di Semenanjung Sandakan tengah dan selatan. Yin (1985) mendefinisikan Formasi Sandakan sebagai isi dari bagian (negeri) dari cekungan Sandakan. Lee (1970) dan Wilson (1961) melaporkan bahwa Formasi Sandakan dianggap berhubungan erat dengan
Bongaya Pembentukan usia Tf dan ditutupi oleh endapan Kuarter unconformable
didominasi oleh konglomerat kerikil kuarsa.
Sandakan batuan Formasi menunjukkan banyak struktur sedimen primer,
yang meliputi laminasi halus, kecil dan menengah tidur skala lintas, arus dan gelombang
riak, menyalurkan, dan bola dan struktur bantal (Lee, 1970; Stauffer dan Lee, 1972).
Fitch (1958) menyatakan bahwa kerja lebih awal tentang Pembentukan Sandakan menemukan bahwa banyak dari mudstones yang tandus mikro.
Sabah Basin sebelah tenggara berada di atas Labang dan berumur antara Miocene – Pliocene.  Penemuan hidrokarbon telah dibuat di daerah Sabah Tengah dan Sandakan sub-basin (Sabah Basin TimurLaut) yang mengalami overlap terutama di pasir-pasir tipis pada umur awal dan tengah Miocene. Sabah Basin TimurLaut dibentuk oleh struktur kecenderungan antiklinal Utara Selatan ke Utara TimurLaut sampai Selatan BaratDaya.
Batu-batu yang tertua di Sandakan Peninsula adalah slump breccia dan sikuen interbedded dari mudstone, tuff, tuffite, dan batupasir dari Formasi Garinono. P. Collenette (1965-1966) memperkenalkan istilah Formasi Garinono untuk menggambarkan endapan slump breccia yang tersingkap mil 161/2 dari barat, Labuk Road. Sehingga batu-batu tertua di Sandakan Peninsula diendapkan di palung laut di Miocene atas. Selama Pliocene, pengangkatan, gentle folding dan faulting berada di Sandakan Peninsula dan pebble kuarsa, endapan lumpur dan lempung karbonatan diendapkan selama Pliocene akhir dan Quarternery.
Menurut Lee (1970), selama Miocene akhir ; saat ini daerah itu ditempati oleh Sandakan Peninsula dan perbatasan daerahnya adalah sebuah cekungan laut dalam. Kondisi disana tidak stabil dan ditandai oleh aktifitas vulkanik intermiten dan pergerakan bumi. Kondisi tidak stabil yang sama di Miocene akhir dibuktikan di Dent Peninsula ( Haile Wong, 1965 ) dan mungkin telah disebarluaskan di Sabah bagian selatan. Daerah ini diisi oleh sedimen hingga ketebalan 8 Km, termasuk kelompok pre- Dent (CCOP,1991).


Gambar peta geologi regional

3.     Stratigraphy of Sandakan Basin
4.   Tektonik cekungan Sandakan
Sejarah tektonik cekungan ini tidak disepakati. Klasifikasi back-arc dan intra-arc telah ditetapkan sebagai Laut Sulu Tenggara. Dalam kasus yang lain, pemekaraan lantai samudera mungkin berhubungan dengan subduksi arah tenggara- diarahkan dari - kerak samudera Laut Cina Selatan-proto , di bawah perluasan timur laut dari kontinen mikro Borneo (Ridge of Cagayan), selama Miosen Tengah (Hinz, et al, 1991). Diskusi lebih lanjut dari perkembangan cekungan dibuat oleh Hutchison (1992) dan Rangin et al. (1990).
Terbentuknya Sandakan basin ini terjadi pada zaman Mesozoikum Proto-Laut Cina Selatan (PSCS) ada di antara Utara Continental Terrane Palawan (NPCT) di utara dan lempeng Borneo microcontinental (BMP) di selatan. NPCT adalah area kedepan-busur dari daratan Asia dari Jura Tengah melalui Kretaseus Tengah sedangkan BMP terdiri  dari Sabah selatan, Cagayan Ridge dan Kepulauan Sulu. rifting Back-arc telah mengangkat NPCT yang kemudian diikuti panas dan erosi terjadi pada Kapur Akhir. Peregangan yang terjadi  dari NPCT mungkin berhenti di Paleosen Awal sebelum pembentukan litosfer samudera di Laut Cina Selatan.
Lembah rift gagal ditinggalkan, mereda dan dipenuhi dengan klastik, paralik sedimen laut dangkal pada zaman Paleocene Miosen Tengah. Rifting dari NPCT dan rotasi berlawanan arah jarum jam dari subduksi BMP diinduksi dari PSCS di Akhir Eosen. plat Lanjutan konvergensi di sepanjang sisi timur dan perubahan ditandai arah gerakan Lempeng Pasifik menyebabkan lonjakan zona subduksi di sepanjang barat proto-Cina margin terhadap kerak samudera selatan Mesozoikum dan mengubah arah subduksi di selatan. Ada obduction dari ophiolites dan lainnya kelautan batuan beku Formasi Rijang-Spillite. Lebih lanjut rifting dan peregangan menyebabkan tambahan penipisan kerak benua di Akhir Eosen-Oligosen Tengah.
Tersebar di Laut Cina Selatan sejak Tengah Oligosen diintensifkan utara subduksi dari BMP mendekat. Rotasi mikrokontinen dan pelanggaran bagian timur laut dengan Filipina tengah memprakarsai pembukaan cekungan sub-Sandakan dengan memisahkan ke selatan Sulu Ridge dan utara Cagayan Ridge mungkin selama Oligosen Akhir. The tabrakan mengakibatkan pembentukan sabuk Borneo-Sulu tumbukan. The Crocker sedimen diendapkan di tepi terkemuka dari selatan Drifting microcontinental batas antara barat Mindoro, Palawan, dan Kalimantan.
Tabrakan dari Ridge Cagayan dengan NPCT pada Miosen Awal-an dan dengan
Filipina sentral dalam Miosen Tengah atau Akhir dimulai subduksi dari
menyebarkan berhenti pada saat yang sama dengan gerakan hak-lateral sepanjang Ulugan
Sistem Fault sekitar 15,5 Ma tahun.
Pengembangan terimbrikasi lembaran kerak samudera di subbasins Balabac dan Bancauan, mereka menusuk ke dalam irisan dari Crocker dan Rijang-Spillite Formasi,
mereka obduction lebih lanjut ke mikrokontinen antara Mindoro dan timur laut
Borneo termasuk formasi back-dorong adalah peristiwa utama selama Tengah
Miosen. Kelanjutan utara disimpulkan dari sub-cekungan Sandakan melalui
Panay ditutup selama Akhir Miosen dan Pliosen.
Gambar Peta struktur

5.     Interpretasi Seismik
Sandakan Basin terletak di bagian utara Pulau Borneo. Mirip dengan cekungan sirkum-Kalimantan lainnya, Sandakan Basin didominasi oleh sikuen  klastik laut dangkal hingga laut dalam.Bentuk Foreset dari Formasi  Sehabat,  menunjukkan sedimen terangkut dari Barat Laut ke Tenggara(Sumber: Petronas 2000 di Tate, 2001).

Sebuah gambaran tentang penampang seismik di  sumur  Manalunan-1 yang menembus formasi Sehabat (Dimodifikasi setelah Wong, 1993).
Orientasi Baratlaut - Tenggara  penampang seismik menunjukkan Pad Basin yang dibatasi oleh 2 sistem struktur  bunga (Sumber: Petronas 2000 di Tate, 2001)

Petroleum Systems of the Sandakan Basin, Philippines
Sistem petroleum sebuah cekungan luas yang mendekati eksplorasi telah membuka sebuah arah eksplorasi baru di dalam Cekungan Sandakan yang telah dieksplorasi sebelumnya di Philipina. Tambahan data dari  Geokimia, biostratigrafi, and geofisika dan analisis daerah penelitian yang luas (lebih dari 12.000 Km persegi ), ketebalan ( 15 Km) delta berumur tertiary yang rumit merupakan dasar dari konsep eksplorasi ini. Analisis geokimia dari contoh sumur membuka minyak campuran umur Miosen tengah/keterdapatan gas facies marginal marine mudstone.
Sebuah survei seismik pada cekungan luas yang diperoleh saat ini untuk pertama kalinya menunjukkan indikator persebaran luas hidrokarbon. Daerah distribusinya menyarankan bahwa facies sumber marginal marine sepanjang batasan migrasi patahan normal, batas signifikan dari jebakan hidrokarbon ke distal, merupakan bagian yang tidak tereksplorasi dari delta complex.
Studi Geologi lapangan dan permukaan menunjukkan pengangkatan (uplift) secara luas yang terjadi pada Miosen, erosi, dan catatan redistribusi dari Crocker Formation sedimen siliklastik Eosen- Oligosen sebagai kandungan terbanyak yang mengisi Sandakan Basin.
Tumpukan ketebalan reservoir batupasir 5- 30 meter diharapkan memiliki 20%- 25% dari porositas dan 200- 500 mD permeabilitas pada kedalaman target.
Struktur yang telah dipetakan secara luas termasuk patahan normal, shale diapirs dan punggungan bukit (ridge), serta lipatan kompresional distal  toe-of-slope dan tunjaman (thrusts). Struktur- struktur ini kemungkinan terbentuk sebagai respon dari pengendapan secara cepat/ rapid sediment rates (di estimasi 1 m/ seribu tahun).

Tap Oil Acquires Stake in Sandakan Basin, Philippines

Tap Oil telah menandatangani perjanjian untuk mendapatkan bunga 58% melalui Service Contract 41 ("SC 41") di Sandakan Basin, Filipina. Berdasarkan Farmin Agreement, Tap ditunjuk sebagai operator SC 41. SC 41 adalah sebuah area dengan luas sekitar 5.000 kilometer persegi dengan kedalaman air berkisar dari 200 sampai 2.000 meter.

            Dibawah ketentuan Farmin Agreement, Tap akan menyumbang untuk ongkos penghasilan dan interpretasi dari data Seismik 3D seluas 300 Kilometer persegi. Setelah penyelesaian data interpretasi ini, Tap mungkin memilih untuk melanjutkan ketentuan izin dengan kontribusi membiayai well exploration ke tahun berikutnya.
            Pendapatan dari minat yang signifikan serta sebagai pihak penyelenggara di SC 41 membentuk sebagian dari strategi yang dimiliki Tap untuk mendirikan area baru yang terfokus di dalam area yang kaya akan minyak dan gas di Asia tenggara. Ada banyak ladang minyak dan gas di dalam area ini dan kebijakan fiscal di Republik Philipina secara relatif sangatlah menarik.
            Prospek dari SC 41 terdiri dari beberapa tipe permainan yang ditafsirkan untuk potensi dari akumulasi minyak di dalam range 50 hingga 150 juta barel. Ketertarikan Tap pada awalnya difokuskan pada arah dari penutupan four-way dip pada skala besar, dimana hal ini telah dipetakan di seismik 2D, beberapa dengan indikator hidrokarbon. Pada tahun 2000, Wildebeest- 1 exploration well, ditemukan 40o API, minyak dan gas di dalam blok ini. Penemuan ini hanya diidentifikasi oleh data seismik 2D, mendemonstrasikan keberadaan dari sistem hidrokarbon dan mungkin mempresentasikan penafsiran kesempatan di masa depan.
            Melihat ke depan, Tap mengusulkan untuk memperoleh survei seismik 3D tahun ini seperti yang disebutkan diatas dengan maksud untuk mengidentifikasi prospek pemboran pada pertengahan tahun 2007.
            Partisipan di SC 41 dan persentasi kepentingan masing- masing adalah sebagai berikut, Tap Oil sebagai penyelenggara dengan 58.269 %, Forum Energy Philippines Corporation dengan 26.731%; Southwest Resources, Inc dengan 0.608%; Philodrill Corporation dengan 3.398%; Philex Mining Corporation dengan 2.264%; Oriental Petroleum and Minerals Corporation dengan 5.463%; Universal Robina Corporation dengan 0.498%; South China Resources, Inc. dengan 1.090%; Anglo Philippine Holding Corporation dengan 1.679%.
Kesimpulan
Cekungan Sandakan terletak di bagian selatan cekungan Laut Sulu,  yang berdekatan dengan Kalimantan. Cekungan Sandakan diisi dengan batuan sedimen fluvio- deltaic usia Mio-Pliosen, sampai  dengan ketebalan 15 km. Cekungan ini dibatasi di sebelah barat laut oleh Cagayan Ridge dan memanjang ke arah barat daya ke  pusat Sabah bagian tenggara.
Sejarah tektonik cekungan ini tidak disepakati. Klasifikasi back-arc dan intra-arc telah ditetapkan sebagai Laut Sulu Tenggara. Dalam kasus yang lain, pemekaraan lantai samudera mungkin berhubungan dengan subduksi arah tenggara- diarahkan dari - kerak samudera Laut Cina Selatan-proto , di bawah perluasan timur laut dari kontinen mikro Borneo (Ridge of Cagayan), selama Miosen Tengah (Hinz, et al, 1991). Diskusi lebih lanjut dari perkembangan cekungan dibuat oleh Hutchison (1992) dan Rangin et al. (1990).
Studi Geologi lapangan dan permukaan menunjukkan pengangkatan (uplift) secara luas yang terjadi pada Miosen, erosi, dan catatan redistribusi dari Crocker Formation sedimen siliklastik Eosen- Oligosen sebagai kandungan terbanyak yang mengisi Sandakan Basin. Tumpukan ketebalan reservoir batupasir 5- 30 meter diharapkan memiliki 20%- 25% dari porositas dan 200- 500 mD permeabilitas pada kedalaman target.
SUMBER
http://www.findtoyou.com/ebook/sandakan+basin.html. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2010






JENIS MIGRASI

NAMA            : FICCA MULANDA TESLA
NPM               : 140710080054

1.      Jelaskan Perbedaan Migrasi Primer dan Migrasi Sekunder!

a.      Definisi Migrasi

Migrasi didefinisikan sebagai pergerakan minyak dan gas di bawah permukaan. Migrasi primer merupakan sebutan untuk tahapan dari proses migrasi, berupa ekspulsi hidrokarbon dari source rock(batuan sumber) yang berbutir halus dan berpermeabelitas rendah ke carrier bed yang memiliki permeabelitas lebih tinggi. Akumulasi merupakan pengumpulan dari hidrokarbon yang telah bermigrasi dalam keadaan yang secara relatif diam dalam waktu yang lama. Trap merupakan istilah dimana migrasi terhenti dan akumulasi terjadi.
Jika minyakbumi berasal dari bahan organik dan tersebar dalam batuan sumber, kemungkinan bentuk fisik minyakbumi yang terbentuk adalah berupa tetes-tetes kecil. Karena itu untuk terjadinya  suatu akumulasi diperlukan pengkonsentrasian, antara lain keluarnya tetes-tetes tersebut dari reservoir dan kemudian bergerak ke perangkap. Koesoemadinata (1980) menyatakan ada beberapa faktor tertentu sebagai sumber tenaga untuk terjadinya migrasi minyakbumi baik primer maupun sekunder, yaitu kompaksi, tegangan permukaan, gravitasi pelampungan (buoyancy), tekanan hidrostatik, tekanan gas, sedimentasi, dan gradien hidrodinamik.
 b.      Jenis Migrasi
Migrasi dibagi menjadi 3 macam(Vandenbroucke, 1993). yaitu :
1.      Migrasi Primer
 Migrasi primer yaitu perpindahan hidrokarbon dari source rock ke karier bed. Migrasi primer berjalan lambat karena minyak bumi harus cukup untuk keluar dari batuan induk yang memiliki permeabilitas matrik yang rendah. Migrasi primer berakhir ketika hidrokarbon telah mencapai “permeable conduit” atau “carrier bed” untuk terjadinya migrasi sekunder
Saat ini, ada tiga mekanisme migrasi primer yang membawa perhatian serius bagi kebanyakan ahli geokimia petroleum, yaitu difusi, ekspulsi fasa minyak, dan pelarutan dalam gas.
Difusi sebagai mekanisme aktif dalam migrasi hidrokarbon, terjadi secara terbatas pada batuan sumber yang tipis atau pada tepian unit batuan sumber yang tebal. Pengkonsentrasian diperlukan untuk memungkinkan terjadinya migrasi primer, dimana difusi dapat menyebabkan akumulasi hidrokarbon dalam ukuran yang cukup besar.
Ekspulsi hidrokarbon dalam kaitannya dengan migrasi primer terjadi dalam fasa hidrofobik. Ini terjadi pada umumnya sebagai hasil perekahan mikro selama pergerakan hidrokarbon. Ketika tekanan dalam batuan sudah melebihi kekuatannya menahan tekanan, perekahan mikro terjadi, terutama pada bidang lemah dari batuan tersebut, seperti bidang perlapisan. Sehingga batuan yang terlaminasi mungkin menghasilkan hidrokarbon dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi daripada batuan yang masif.
Momper (1789) dalam Rondeel (2001) menyatakan bahwa dalam banyak kasus tidak ada perekahan mikro atau ekspulsi yang terjadi sebelum jumlah bitumen yang dihasilkan batuan sumber mencapai batas ambang tertentu.
Mills (1923) dan Sokolov (1964) dalam Koesoemadinata (1980) sehubungan dengan pelarutan minyakbumi dalam gas dan ekspansi gas, menyatakan bahwa minyak dapat larut dalam gas,  terutama pada temperatur dan tekanan tinggi. Gas diketahui dapat bermigrasi dengan lebih leluasa melalui batuan bergubung tegangan permukaannya yang kecil. Karena suatu pembebasan tekanan, maka gas berekspansi dan membawa minyakbumi terlarut. Rondeel (2001) menyatakan bahwa mekanisme pelarutan ini hanya terjadi bergantung pada keberadaan gas yang dipengaruhi oleh tingkat katagenesis dan kapabilitas batuan sumber untuk menghasilkan gas.
Jarak dari migrasi primer hidrokarbon pendek. Migrasi primer terjadi dengan lambat dan sulit, dikarenakan batuan sumber yang memiliki permeabelitas yang rendah. Migrasi primer akan terhenti ketika hidrokarbon mencapai tingkat permeabelitas yang memungkinkan terjadinya migrasi sekunder. Migrasi primer dapat terjadi baik secara lateral, ke atas dan ke bawah bergantung pada karakteristik carrier bed yang ada di dekat batuan sumber.

2.      Migrasi Sekunder

Migrasi sekunder yaitu perpindahan hidrokarbon dari carier bed ke jebakan atau trap. Problem yang sering dihadapi adalah pore throat lebih kecil dibanding oil stringers, karenanya oil stringrs akan tertahan. untuk dapat bergerak, maka “bouyancy” >>>“capillary-entry pressure (setelah akumulasi tercapai). Jika capillary-entry pressur >>> buoyancy, maka migrasi sekunder .Akan terhenti hingga capillary-entry presure tereduksi dan Buoyant force meningkatKetika hidrokarbon berhasil keluar dari batuan sumber dan mengalami migrasi sekunder, pergerakan dari hidrokarbon akan dipengaruhi oleh gaya pelampungan (bouyancy). Teori pelampungan (dalam Koesoemadinata, 1980) menerangkan mekanisme pergerakan minyak bumi karena adanya perbedaan berat jenis minyakbumi dan air. Suatu gumpalan minyak dalam air akan selalu melambung mencari tempat yang lebih tinggi. Gumpalan ini kemudian bergerak ke atas mengikuti kemiringan penyekat batuan reservoir.
Berlawanan dari gaya pelampungan adalah tekanan kapilaritas (Rondeel, 2001). Semakin besar pori dari suatu batuan, semakin kecil tekanan kapilaritasnya, dan semakin kecil pori dari suatu batuan, semakin besar tekanan kapilaritasnya.  Gaya pelampungan bekerja untuk mengerakan hidrokarbon, tetapi tekanan kapilaritas melawan gaya pelampungan tersebut. Sehingga apabila gaya pelampungan yang bekerja lebih kecil dari pada tekanan kapilaritas, maka migrasi dari hidrokarbon tidak akan terjadi. Aliran hidrodinamik yang merupakan gaya ketiga yang mengerakan hidrokarbon dapat mengubah pergerakan dari hidrokarbon, tetapi hal ini kurang memperngaruhi dasar bahwa gaya pelampungan dan tekanan kapilaritas merupakan faktor utama yang menentukan pergerakan dari hidrokarbon.
Migrasi sekunder  terjadi pada arah yang dipengaruhi oleh gaya pelampungan yang paling besar. Pergerakan ini awalnya menuju ke arah atas, dan lalu mengikuti kemiringan ­­carrier bed­ apabila hidrokarbon menemui lapisan dengan permeabelitas kurang di atas ­carrier bed. Keberadaan struktur dan perubahan fasies mungkin menyebabkan tekanan kapilaritas lebih dominan daripada gaya pelampungan, sehingga arah migrasi mungkin akan berubah, dan atau terhenti.

3.      Migrasi Tersier
    Migrasi tersier terjadi jika ada kebocoran (leakage) pada cap rocks yang menutupi reservoir.Cap rocks dengan pori-pori yang lebih kecil dari batuan dibawahnya, mampu menahan pergerakan naik dari minyak bumi. Pengisian yang progresif menyebabkan akumulasi meningkat, dapat menyebabkan bouyancy >>> capillary-entry pressure Fractures dan faults dapat menyebabkan kebocoran.



SUMBER

Sabtu, 11 Desember 2010

Endapan Placer

Bab I
PENDAHULUAN
Sebagian besar aluvium yang mengandung mineral-mineral berat berharga berasal dari wilayah-wilayah paparan benua tempat proses daur ulang mineral-mineral stabil memainkan peran penting dalam transportasi dan pembentukan konsentrasi akhir mineral-mineral dimaksud. Pulau Kalimantan sebagai bagian dari paparan benua berpeluang besar menyediakan kondisi atau lingkungan pengendapan placer dengan kandungan zirkon karena dibentuk oleh terutama batuan beku dari seri kalk-alkali hingga alkali (granit, granodiorit, tonalit, dan monzonit) yang dianggap sebagai sumber utama pemasok mineral zirkon; memiliki stabilitas wilayah untuk periode panjang yang menjadi persyaratan utama penunjang kesinambungan proses pelapukan, transportasi dan pembentukan lingkungan pengendapan aluvium dan terletak di wilayah beriklim tropis dengan kelembaban tinggi. Dalam kondisi tersebut proses pelapukan mekanik dan kimiawi memainkan peran penting dalam pemisahan zirkon dari batuan sumbernya.
Endapan placer benua dari kategori sublingkungan fluviatil, diperkirakan dapat membentuk sebaran antara wilayah pegunungan dan laut, dengan jangkauan luas dan dimungkinkan membentuk reservoir bervolume besar mengandung zirkon. Teridentifikasinya zirkon (berasosiasi dengan emas atau intan) dari konsentrat hasil pendulangan placer dari aluvium di daerah-daerah tertentu dalam wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, telah menjadi salah satu bukti betapa luasnya distribusi pengendapan zirkon pada sublingkungan fluviatil dalam kedua wilayah tersebut. Informasi penting ini memberikan inspirasi tentang kemungkinan eksplorasi sebaran pengendapan placer mengandung zirkon pada sublingkungan fluviatil di seluruh wilayah Pulau Kalimantan, tanpa mengabaikan sebaran placer transisi dari kategori sublingkungan garis pantai dan laut yang juga berpeluang mengandung zirkon bernilai ekonomis.
Studi terhadap placer dan keterjadiannya menjadi penting terutama berkaitan dengan perencanaan eksplorasi terhadap sebaran endapan zirkon bernilai ekonomis di seluruh Pulau Kalimantan. Penekanan studi adalah terhadap ling­kungan pengendapan placer dalam wilayah paparan benua, tempat pelapukan mekanis dan kimiawi sangat berperan dalam proses pemisahan zirkon dari batuan sumbernya serta sistem aliran sungai yang memainkan peran penting dalam transportasi dan akumulasi pada cekungan-cekungan sedimen yang sesuai.
BAB II
PEMBAHASAN

a.       Mineral Zirkon (ZrSiO4)
Zirkon merupakan salah satu batuhias (gem­stone) dengan kekerasan 7,5, beraneka warna dan berbentuk kristal tetragonal prismatik; membuat mineral ini mempunyai daya tarik tinggi. Mineral ini sering ditemukan mengandung jejak unsur radio­aktif di dalam struktur kristalnya sehingga bersifat metamik dan tidak stabil, akan menjadi stabil apabila dipanaskan hingga suhu tertentu. Zirkon dengan daya tahan tinggi terhadap pelapukan dan abrasi biasanya membentuk konsentrasi bernilai ekono­mis di daerah-daerah pantai dan gosong pasir yang terletak berkilo-kilometer dari sumbernya.
Pada beberapa kasus, zirkon bersama mineral-mineral berat lain seperti turmalin, fluorit, rutil, dan anatase dapat terbentuk dalam batuan sedimen dolomi­tan melalui proses autogenik; sementara apabila berkaitan dengan kelompok spesifik batuan beku dapat berasosiasi dengan lingkungan pneumatolitik dan kadang-kadang dengan proses paragenesis.
Mineral zirkon dapat ditemukan sebagai butir-butir kristal berukuran kecil di dalam sebagian besar batuan beku dan beberapa batuan metamorf, tersebar dalam jumlah jarang melebihi 1% dari total massa batuan. Secara umum konsentrasi mineral zirkon terbentuk sebagai rombakan di dalam aluvium dan sering berasosiasi dengan mineral berat lain seperti ilmenit, monazit, rutil, dan xenotim.
b.      Endapan Placer
Cebakan mineral alochton  dibentuk oleh kumpulan mineral berat melalui proses sedimentasi, secara alamiah terpisah karena gravitasi dan dibantu pergerakan media cair, padat dan gas/udara. Kerapatan konsentrasi mineral-mineral berat tersebut tergantung kepada tingkat kebebasannya dari sumber, berat jenis, ketahanan kimiawi hingga lamanya pelapukan dan mekanisma. Dengan nilai ekonomi yang dimilikinya para ahli geologi menyebut endapan alochton tersebut sebagai cebakan placer
Jenis cebakan ini telah terbentuk dalam semua waktu geologi, tetapi kebanyakan pada umur Tersier dan masa kini, sebagian besar merupakan cadangan berukuran kecil dan sering terkumpul dalam waktu singkat karena tererosi. Kebanyakan cebakan berkadar rendah tetapi dapat ditambang karena berupa partikel bebas, mudah dikerjakan dengan tanpa penghancuran; dimana pemisahannya dapat menggunakan alat semi-mobile dan relatif murah. Penambangannya biasanya dengan cara pengerukan, yang merupakan metoda penambangan termurah.
c.       Lingkungan Pengendapan Placer
Placer adalah jenis spesifik aluvium yang dibentuk oleh proses sedimentasi selama periode waktu panjang dan mengandung konsentrasi pasir, kerikil, mineral-mineral logam dan batu-batu hias. Lingkungan placer dibedakan dari lingkungan sedimen lainnya karena sangat dipengaruhi oleh sumber batuan asal dan kondisi geomorfologi tempat pengendapannya, antara lain:
§  Batuan sebagai sumber geologi, yang menen­tukan diendapkannya jenis-jenis mineral di dalam placer.
§  Iklim dan kondisi kimiawi, merupakan ga­bungan penentu terjadinya tingkat dan bentuk mine­ral-mineral setelah dibebaskan dari sumbernya.
§  Kondisi geometris dan batas permukaan, yang mencerminkan kendala-kendala fisik pada saat transportasi dan pengendapan.
§  Unsur-unsur perubahan lingkungan, yang mengubah pola penyebaran mineral.
Sedimen pada lereng dan saluran di sekitar hulu sungai telah tersingkap oleh kekuatan subareal yang bersifat merusak hanya dalam waktu singkat, oleh karena itu terdiri atas tipe dan ukuran lanau dan koloida. Sementara endapan sedimen pantai biasanya telah mengalami perjalanan berjarak jauh dan melalui banyak daur pelapukan dan erosi, se­hingga partikel sedimen di dalamnya secara garis
Mengingat bahwa Pulau Kalimantan merupakan bagian dari paparan benua dan dianggap memiliki stabilitas wilayah untuk terbentuknya lingkungan pengendapan placer benua yang luas, maka perlu dipahami bagaimana proses keterjadian endapan tersebut. Berdasarkan keterkaitan placer dengan teknis eksplorasi dan penambangannya, Macdonald (1983) membagi lingkungan pengendapan placer atas: benua, transisi dan laut; dimana yang pertama terdiri atas sublingkungan eluvial, koluvial, fluvia­til, gurun, dan glacial.
Cebakan-cebakan placer berdasarkan genesanya:
Placer eluvial. Partikel mineral/bijih pembentuk jenis cebakan ini diendapkan di atas lereng bukit suatu batuan sumber. Di beberapa daerah ditemukan placer eluvial dengan bahan-bahan pembentuknya yang bernilai ekonomis terakumulasi pada kantong-kantong (pockets) permukaan batuan dasar.
-       Placer residual. Partikel mineral/bijih pembentuk cebakan terakumulasi langsung di atas batuan sumbernya (contoh : urat mengandung emas atau kasiterit) yang telah mengalami pengrusakan/peng-hancuran kimiawi dan terpisah dari bahan-bahan batuan yang lebih ringan. Jenis cebakan ini hanya terbentuk pada permukaan tanah yang hampir rata, dimana didalamnya dapat juga ditemukan mineral-mineral ringan yang tahan reaksi kimia (misal : beryl).
-       Placer sungai atau aluvial. Jenis ini paling penting terutama yang berkaitan dengan bijih emas yang umumnya berasosiasi dengan bijih besi, dimana konfigurasi lapisan dan berat jenis partikel mineral/bijih menjadi faktor-faktor penting dalam pembentukannya. Telah dikenal bahwa fraksi mineral berat dalam cebakan ini berukuran lebih kecil daripada fraksi mineral ringan, sehubungan : Pertama, mineral berat pada batuan sumber (beku dan malihan) terbentuk dalam ukuran lebih kecil daripada mineral utama pembentuk batuan. Kedua, pemilahan dan susunan endapan sedimen dikendalikan oleh berat jenis dan ukuran partikel (rasio hidraulik).
-       Placer pantai. Cebakan ini terbentuk sepanjang garis pantai oleh pemusatan gelombang dan arus air laut di sepanjang pantai. Gelombang melemparkan partikel-partikel pembentuk cebakan ke pantai dimana air yang kembali membawa bahan-bahan ringan untuk dipisahkan dari mineral berat. Bertambah besar dan berat partikel akan diendapkan/terkonsentrasi di pantai, kemudian terakumulasi sebagai batas yang jelas dan membentuk lapisan. Perlapisan menunjukkan urutan terbalik dari ukuran dan berat partikel, dimana lapisan dasar berukuran halus dan/ atau kaya akan mineral berat dan ke bagian atas berangsur menjadi lebih kasar dan/atau sedikit mengandung mineral berat. Placer pantai (beach placer) terjadi pada kondisi topografi berbeda yang disebabkan oleh perubahan muka air laut, dimana zona optimum pemisahan mineral berat berada pada zona pasang-surut dari suatu pantai terbuka. Konsentrasi partikel mineral/bijih juga dimungkinkan padaterrace hasil bentukan gelombang laut. Mineral-mineral terpenting yang dikandung jenis cebakan ini adalah : magnetit, ilmenit, emas, kasiterit, intan, monazit, rutil, xenotim dan zirkon.
Mineral yang terdapat dalam endapan placer.  Suatu cebakan pasir besi selain mengandung mineral-mineral bijih besi utama tersebut dimungkinkan berasosiasi dengan mineral-mineral mengandung Fe lainnya diantaranya : pirit (FeS2), markasit (FeS), pirhotit (Fe1-xS), chamosit [Fe2Al2SiO5(OH)4], ilmenit (FeTiO3), wolframit [(Fe,Mn)WO4], kromit (FeCr2O4); atau juga mineral-mineral non-Fe yang dapat memberikan nilai tambah seperti : rutil (TiO2), kasiterit (SnO2), monasit [Ce,La,Nd, Th(PO4, SiO4)], intan, emas (Au), platinum (Pt), xenotim (YPO4), zirkon (ZrSiO4) dan lain-lain.
KESIMPULAN
     Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya.
     Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga melibatkan batuan samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak mengandung bijih.

DAFTAR PUSTAKA
Diunduh pada tanggal 2 November 2010 pada tanggal 12:51

Jumat, 10 Desember 2010

My Motivator, Mario Teguh

Mencintai satu jiwa
karena kualitas dan kelebihannya
adalah sesuatu yang wajar dan
mudah untuk dilakukan.

Tetapi,

Mencintai karena kekurangan
dan kelemahan seseorang,
itu bukan kemampuan dari jiwa-jiwa biasa.

Tuhan mencintai kita
bukan karena kita sempurna
tetapi karena kita menyerahkan diri
bersama semua kekurangan kita.

Hanya Tuhan,
yang mampu sepenuhnya mencintai kita
beserta semua kelemahan kita.


Proses Pemfosilan atau Fosilisasi beserta penjelasan TRACE FOSSIL

A.      Pengertian Fosil
Fosil, dari bahasa Latin fossa yang berarti "menggali keluar dari dalam tanah”. Fosil adalah semua sisa, jejak, ataupun cetakan dari manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang telah terawetkan dalam suatu endapan batuan dari masa geologis atau prasejarah yang telah berlalu.
Fosil mahluk hidup terbentuk ketika mahluk hidup pada zaman dahulu (lebih dari 11.000 tahun) terjebak dalam lumpur atau pasir dan kemudian jasadnya tertutup oleh endapan lumpur. Endapan lumpur tersebut akan mengeras menjadi batu di sekeliling mahluk hidup yang terkubur tersebut.
Dari fosil yang ditemukan, yang paling banyak jumlahnya adalah yang sangat lembut ukurannya seperti serbuk sari, misalnnya foraminifera, ostracoda dan radiolarian. Sedangkan, hewan yang besar biasanya hancur bercerai-cerai dan bagian tertentu yang ditemukan sebagai fosil.
Bentuk fosil ada dua macam yaitu fosil cetakan dan jejak fosil. Fosil cetakan terjadi jika kerangka mahluk hidup yang terjebak di endapan lumpur meninggalkan bekas (misalnya tulang) pada endapan tersebut yang membentuk cetakan. Jika cetakan tersebut berisi lagi dengan endapan lumpur maka akan terbentuk jejak fosil persis seperti kerangka aslinya.
Berdasarkan ukurannya, jenis fosil dibagi menjadi :
a. Macrofossil (Fosil Besar) , dipelajari tanpa menggunakan alat bantu
b. Microfossil (Fosil Kecil), dipelajari dengan alat bantu mikroskop
c. Nannofossil  (Fosil Sangat kecil),  dipelajari menggunakan batuan mikroskop khusus (dengan pembesaran hingga 1000x) 
Kegunaan Fosil :
Ø  Untuk mengidentifikasi unit-unit strartigrafi permukaan bumi, atau untuk mengidentifikasi umur relatif clan posisi relatif batuan yang mengandung fosil. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan mempelajari fosil indeks. Persyaratan bagi sutau fosil untuk dapat dikategorikan sebagai fosil indeks adalah : (a). terdapat dalam jumlah yang melimpah dan mudah diidentifikasi; dan (b). memiliki distribusi horizontal yang luas, tetapi dengan distribusi vertikal yang relatif pendek (kurang lebih 1 juta tahun).
Ø  Menjadi dasar dalam mempelajari paleoekologi dan paleoklimatologi. Struktur dan distribusi fosil diasumsikan dapat mencerminkan kondisi lingkungan tempat tumbuhan tersebut tumbuh dan bereproduksi.
Ø  Untuk mempelajari paleofloristik, atau kumpulan fosil tumbuhan dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai distribusi populasi tumbuhan dan migrasinya, sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan masa lampau.
Ø  Menjadi dasar dalam mempelajari evolusi tumbuhan yaitu dengan cara mempelajari perubahan suksesional tumbuhan dalam kurun waktu geologi.
Persyaratan terbentuknya fosil:
1.  adanya badan air
2.  adanya   sumber   sedimen   anorganik   dalam  bentuk   partikel   atau senyawa terlarut
3.  adanya bahan tumbuhan atau hewan (yang akan menjadi fosil)
B.      Proses Pemfosilan atau Fosilisasi
Fosilisasi merupakan proses penimbunan sisa-sisa hewan atau tumbuhan yang terakumulasi dalam sedimen atau endapan-endapan baik yang mengalami pengawetan secara menyeluruh, sebagian ataupun jejaknya saja. Terdapat beberapa syarat terjadinya pemfosilan yaitu antara lain:
·         Organisme mempunyai bagian tubuh yang keras
·         Mengalami pengawetan
·         Terbebas dari bakteri pembusuk
·         Terjadi secara alamiah
·         Mengandung kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
·         Umurnya lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
Kendala pemfosilan yaitu saat organism mati (bangkai) dimakan oleh organism lain atau terjadi pembusukan oleh bakteri pengurai.
Suatu contoh tempat yang mendukung terjadinya proses fosilisasi adalah delta sungai, dasar danau, atau danau tapal kuda (oxbow lake) yang terjadi dari putusnya suatu meander.
Bahan -bahan yang berperan dalam fosilisasi, diantaranya :
1.       Pertrifaksi, berubah menjadi batu oleh adanya bahan-bahan : silika, kalsiumkarbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu masuk dan mengisi lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati sehingga menjadi keras/membatu menjadi fosil.
2.       Proses Destilasi, tumbuhan atau bahan organik lainnya yang telah mati dengan cepat tertutup oleh lapisan tanah.
3.       Proses Kompresi, tumbuhan tertimbun dalam lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam bahan organic dari tumbuhan itu tertekan keluar oleh beratnya lapisan tanah yang menimbunnya. Akibatnya, karbon dari tumbuhan itu tertinggal dan lama kelamaan akan menjadi batubara, lignit dan bahan bakar lainnya.
4.       Impresi, tanda fosil yang terdapat di dalam lapisan tanah sedangkan fosilnya sendiri hilang.
5.       Bekas gigi, kadang-kadang fosil tulang menunjukan bekas gigitan hewan carnivore atau hewan pengerat.
6.       Koprolit, bekas kotoran hewan yang menjadi fosil.
7.       Gastrolit, batu yang halus permukaannya ditemukan di dalam badan hewan yang telah menjadi fosil.
8.       Liang di dalam tanah, dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai fosil, merupakan cetakan.
9.       Pembentukan Kerak, hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsiumkarbonat yang berasal dari travertine ataupun talaktit.
10.   Pemfosilan di dalam Tuff, pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di daerah yang berudara kering sehingga bakteri pembusuk tidak dapat terjadi.
11.   Pemfosilan dengan cara pembekuan, hewan yang mati tertutup serta terlindung lapisan es dapat membeku dengan segera. Oleh karena dinginnya es maka tidak ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai tersebut.
C.      Fosil hidup
Istilah “fosil hidup” adalah istilah yang digunakan suatu spesies hidup yang menyerupai sebuah spesies yang hanya diketahui dari fosil. Beberapa fosil hidup antara lain ikan coelacanth dan pohon ginkgo. Fosil hidup juga dapat mengacu kepada sebuah spesies hidup yang tidak memiliki spesies dekat lainnya atau sebuah kelompok kecil spesies dekat yang tidak memiliki spesies dekat lainnya. Contoh dari kriteria terakhir ini adalah nautilus. 
D.      Jenis Fosil
1.       Organisme itu sendiri (Fosil yang dihasilkan dari organisme itu sendiri)
Ammonite
                Tipe pertama ini adalah binatangnya itu sendiri yang terawetkan/tersimpan. Dapat beruba tulangnya, daun-nya, cangkangnya, dan hampir semua yang tersimpan ini adalah bagian dari tubuhnya yang “keras”. Dapat juga berupa binatangnya yang secara lengkap (utuh) tersipan. misalnya Fosil Mammoth yang terawetkan karena es, ataupun serangga yang terjebak dalam amber (getah tumbuhan).
Petrified wood atau fosil kayu dan juga mammoths yang terbekukan, and juga mungkin anda pernah lihat dalam filem berupa binatang serangga yang tersimpan dalam amber atau getah tumbuhan. Semua ini biasa saja berupa asli binatang yang tersimpan.
2.       Sisa-sisa aktifitasnya (Trace Fossil)
Insects in amber
Secara mudah pembentukan fosil ini dapat melalui beberapa jalan, antara lain seperti yang terlihat dibawah ini. Fosil sisa aktifitasnya sering juga disebut dengan Trace Fosil (Fosil jejak), karena yang terlihat hanyalah sisa-sisa aktifitasnya. Jadi ada kemungkinan fosil itu bukan bagian dari tubuh binatang atau tumbuhan itu sendiri.
Penyimpanan atau pengawetan fosil cangkang ini dapat berupa cetakan. Namun cetakan tersebut dapat pula berupa cetakan bagian dalam (internal mould) dicirikan bentuk permukaan yang halus, atau external mould dengan ciri permukaan yang kasar. Keduanya bukan binatangnya yang tersiman, tetapi hanyalah cetakan dari binatang atau organisme itu.
Trace fossil adalah suatu struktur berupa track, trall, burrow, tube, borring, yang terawaetkan sebagai fosil organisme.
Kelebihan trace fossil dengan fosil kerangka :
1.       Trace fossil biasanya terawetkan pada lingkungan yang berlawanan dengan pengendapan fosil kerangka misalnya perairan dangkal dengan energy tinggi, batu pasir laut dangkal dan batu lanau laut.
2.       Trace fossil tidak dipengaruhi oleh diagenesa bahkan diperjelas secara visual oleh proses diagenesa.


E.       PROSES YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA FOSIL

1.       Histometabasis, Penggantian sebagian tubuh fosil tumbuhan dengan pengisian mineral lain (cth : silika) dimana fosil tersebut diendapkan
2.       Permineralisasi , Histometabasis pada binatang
3.       Rekristalisasi, Berubahnya seluruh/sebagian tubuh fosil akibat P & T yang tinggi, sehingga molekul-molekul dari tubuh fosil (non-kristalin) akan mengikat agregat tubuh fosil itu sendiri menjadi kristalin
4.       Replacement/Mineralisasi/Petrifikasi, Penggantian seluruh bagian fosil dengan mineral lain
5.       Dehydrasi/Leaching/Pelarutan
6.       Mold/Depression, Fosil berongga dan terisi mineral lempung
7.       Trail & Track
                Trail : cetakan/jejak-jejak kehidupan binatang purba yang menimbulkan kenampakan yang lebih halus
                Track : sama dengan trail, namun ukurannya lebih besar
                Burrow :  lubang-lubang tempat tinggal yang ditinggalkan binatang purba.
Borring : lubang pemboran
Tube : struktur fosil berupa pipa